Webinar IGI NTB Serentak Berdampak: Mengupas Urgensi Pendidikan Inklusif di Nusa Tenggara Barat
Mataram– Dalam rangka memperingati Hari Guru Nasional (HGN) 2024 serta HUT Ke-15 Ikatan Guru Indonesia (IGI), PUSDIKLAT IGI bekerja sama dengan IGI Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menggelar webinar nasional bertajuk “Urgensi Pendidikan Inklusif di Nusa Tenggara Barat.” Acara ini berlangsung pada Sabtu, 16 November 2024, dengan menghadirkan narasumber terkemuka di bidang pendidikan inklusif, yaitu Dr. Hj. Evi Sofia Sari, S.Pd., M.Pd. (Kabid PK-PLK Dikbud NTB) dan H. Bakhtiar Ardiansyah, S.Pd., M.Pd. (PIC PDM 12 Pendidikan Inklusif Provinsi NTB).
Webniar yang diikuti oleh 55 orang lebih dari berbagai asal guru-guru, dipandu oleh Hidmi Gramatolina Ramdhayani
sebagai moderator dan Ruslan Wahid sebagai host ini mengupas berbagai
aspek penting mengenai urgensi, implementasi, hingga dampak positif pendidikan
inklusif bagi anak-anak di NTB.
Acara dibuka dengan sambutan dari Ketua Wilayah IGI NTB,
Nengah Istiqomah, M.Pd. Dalam pidatonya, beliau menyampaikan penghargaan
kepada seluruh guru yang terus berjuang meningkatkan kualitas pendidikan di
Indonesia.
“Pendidikan inklusif adalah wujud nyata dari keadilan
sosial. Dengan semangat Hari Guru Nasional, mari kita wujudkan pendidikan yang
merangkul semua anak tanpa diskriminasi,” ujar Nengah Istiqomah.
Pendidikan inklusif menjadi salah satu fokus utama di Nusa
Tenggara Barat (NTB), dengan tujuan memberikan akses pendidikan yang setara
bagi semua anak, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus. Hal ini
disampaikan oleh Dr. Hj. Eva Sofia Sari, S.Pd., M.Pd., dalam paparannya
mengenai urgensi dan pelaksanaan pendidikan inklusif di daerah ini.
Menurut Eva, pendidikan inklusif merupakan pendekatan yang
menekankan kesetaraan tanpa diskriminasi. "Sejak Pergub NTB No. 2 Tahun
2016 diterbitkan, komitmen pemerintah terhadap pendidikan inklusif semakin
nyata. Ini adalah langkah penting untuk memastikan setiap anak, tanpa memandang
latar belakang atau kondisi mereka, mendapatkan pendidikan berkualitas,"
ujarnya.
Wilayah NTB yang beragam secara sosial dan geografis
menghadapi tantangan besar dalam memberikan akses pendidikan yang merata.
Pendidikan inklusif hadir sebagai solusi untuk memastikan anak-anak di daerah
terpencil maupun yang memiliki kebutuhan khusus mendapatkan kesempatan belajar
yang setara.
"Pendidikan inklusif juga membantu mengurangi
kesenjangan sosial dan berkontribusi pada pengentasan kemiskinan," jelas
Eva. Selain itu, pendidikan ini mendorong anak-anak untuk belajar empati,
kerjasama, dan keterampilan sosial dalam lingkungan yang beragam. Tak hanya
itu, guru juga terdorong untuk lebih kreatif dan inovatif dalam metode
pembelajaran mereka, yang secara keseluruhan meningkatkan kualitas pendidikan
di NTB.
Pelaksanaan pendidikan inklusif di NTB didukung oleh
berbagai kebijakan, seperti Permendikbud No. 70 Tahun 2009 dan Pergub NTB No.
78 Tahun 2022. Salah satu langkah penting adalah pembentukan Unit Layanan
Disabilitas (ULD) di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Meski begitu, pelaksanaannya masih menghadapi tantangan
signifikan. "Masih banyak sekolah yang belum ramah disabilitas, dengan
infrastruktur yang belum mendukung, seperti akses untuk kursi roda atau alat
bantu pendengaran," ungkap Eva.
Untuk mengatasi hal ini, pemerintah mengadakan pelatihan
intensif bagi guru pembimbing khusus (GPK) dan menyelenggarakan workshop
tentang adaptasi kurikulum serta penggunaan teknologi bantuan. Selain itu,
pemerintah juga mendorong kolaborasi dengan Sekolah Luar Biasa (SLB) untuk
memberikan pendampingan langsung kepada siswa berkebutuhan khusus di sekolah
reguler.
Penerapan pendidikan inklusif tidak hanya bergantung pada
pemerintah dan sekolah, tetapi juga membutuhkan peran aktif orang tua dan
masyarakat. "Melalui program sosialisasi dan pemberdayaan, kami ingin
melibatkan semua pihak untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif
dan mendukung perkembangan anak-anak," tambah Eva.
Pendidikan inklusif di NTB diharapkan terus berkembang
dengan dukungan penuh dari kebijakan pemerintah, peningkatan fasilitas, serta
pelatihan guru yang berkelanjutan. Eva menegaskan bahwa pendidikan inklusif
bukan hanya kebijakan formal, tetapi harus diwujudkan dalam praktik nyata di
semua satuan pendidikan.
"Dengan kerja sama dari semua pihak, NTB dapat
menciptakan lingkungan pendidikan yang adil, inklusif, dan memberikan peluang
yang sama bagi setiap anak untuk meraih masa depan yang lebih baik,"
tutupnya.
Sementara pemaparan dari narasumber Haji Bahtiar Ardiansyah, M.Pd. menekankan pentingnya pendidikan inklusif dalam membangun masa depan generasi muda yang cerdas, kreatif, dan berakhlak baik. Ia mengawali dengan ucapan selamat dan harapan agar pendidikan Indonesia semakin maju, khususnya dalam memberikan layanan pendidikan yang setara bagi semua anak, termasuk penyandang disabilitas.
Dalam pemaparannya, ia menjelaskan bahwa pendidikan inklusif
berbeda dengan Sekolah Luar Biasa (SLB). "Pendidikan inklusif dilakukan di
sekolah reguler, di mana anak-anak berkebutuhan khusus dan tanpa kebutuhan
khusus belajar bersama," ungkapnya. Hal ini membutuhkan adaptasi
kurikulum, pembelajaran, penilaian, serta sarana dan prasarana untuk memenuhi
kebutuhan semua siswa. Filosofi pendidikan inklusif menekankan pola pikir bahwa
setiap anak berhak mendapatkan kesempatan yang setara tanpa diskriminasi.
Beliau menggarisbawahi bahwa pendidikan inklusif telah
menjadi program prioritas Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan
Teknologi sejak 2023. Di NTB, 845 satuan pendidikan telah mengimplementasikan
pendidikan inklusif, melibatkan lebih dari 2.500 peserta didik penyandang
disabilitas. Melalui platform Merdeka Mengajar, lebih dari 7.000 guru
telah mengikuti pelatihan tentang pendidikan inklusif, menjadikan NTB sebagai
daerah dengan capaian pelatihan tertinggi di Indonesia.
Sebagai pelopor pendidikan inklusif, NTB menunjukkan praktik
baik melalui kebijakan strategis, pendataan satuan pendidikan, pembentukan Unit
Layanan Disabilitas (ULD), serta pelatihan dan sosialisasi. "Kami juga
berkolaborasi dengan rumah sakit dan layanan terapi untuk mempermudah akses
pendidikan dan rehabilitasi bagi anak-anak penyandang disabilitas," tutur
Bahtiar.
Strategi komunikasi internal dan eksternal menjadi salah
satu langkah unggulan untuk membangun kesadaran masyarakat tentang pentingnya
pendidikan inklusif. Praktik baik lainnya meliputi layanan keliling (Suling),
ruang kolaborasi Merdeka Belajar (Ruko Mebel), serta penghargaan bagi satuan
pendidikan dan guru berprestasi dalam pendidikan inklusif. Selain itu,
penilaian awal dilakukan untuk mengetahui kebutuhan anak sejak dini,
memfasilitasi terapi, dan memberikan motivasi belajar.
Bahtiar menegaskan bahwa pendidikan inklusif memberikan
dampak positif yang nyata. Anak-anak penyandang disabilitas merasa dihargai,
termotivasi, dan lebih percaya diri. Pendidikan ini juga meningkatkan keadilan
dalam pendidikan serta membuka peluang prestasi bagi semua siswa, tanpa
terkecuali.
Di akhir pemaparannya, Bahtiar berharap pendidikan inklusif tidak hanya berhenti sebagai kebijakan, tetapi benar-benar dilaksanakan di semua satuan pendidikan. "Hal ini membutuhkan dukungan penuh dari semua pihak, termasuk orang tua, guru, dan masyarakat, untuk menciptakan lingkungan belajar yang adil dan inklusif bagi semua anak," pungkasnya. (Ruslan Wahid/Bidang IT).
Posting Komentar untuk "Webinar IGI NTB Serentak Berdampak: Mengupas Urgensi Pendidikan Inklusif di Nusa Tenggara Barat"